
Mengawali karier sejak bocah di Meerboys,
Gullit memang spesial. Dia berkembang paling cepat di antara rekan-rekannya
hingga Harleem berani memakainya di kompetisi senior saat umurnya baru 17
tahun. Meski muda, pengaruhnya sangat luar biasa sehingga klub-klub besar
bergiliran memakai jasanya. Setelah bermain di Feyenoord dan PSV Eindhoven, dia
memecahkan rekor transfer pemain pada 1987 saat dibeli Milan senilai 6,5 juta
Pounds. "Gullit pemain yang sangat dibutuhkan Milan. Dia tipe pemain yang
bisa mengubah banyak hal," puji Presiden Milan, Silvio Berlusconi, waktu
itu.
Pujian yang tak berlebihan. Apalagi tahun
itu dia terpilih sebagai Pemain Terbaik Eropa dan Pemain Terbaik Dunia.
Pernyataan Berlusconi makin terbukti setelah Gullit tampil luar biasa di Piala
Eropa 1988. Bersama Frank Rijkaard dan Van Basten, dia menjadi kunci sukses
Belanda. Sejak itu nama Gullit makin berkibar. Prestasi-prestasi besar
berurutan dia persembahkan. Kecuali di Harleem. Tapi, setidaknya dia mampu
membuat Harleem bersaing dengan klub Belanda lainnya dan terhindar dari
degradasi. Dalam 91 penampilan di klub itu, dia mencetak 32 gol.
Puncak prestasinya tentu di Milan. Dia
meraih segalanya, mulai dari Juara Serie-A, Liga Champions, Piala Super Eropa,
sampai Piala Toyota. Sayang, cedera lutut membuatnya harus disingkirkan ke
Sampdoria. Meski begitu, dia masih bisa memberikan gelar Coppa Italia. Bahkan
di ujung kariernya bersama Chelsea, dia masih memberikan gelar Piala FA.
PEMAIN YANG SERING
KONFLIK
Posisi Gullit sebagai Pemain Tengah [gelandang] tak
membuatnya mandul. Sepanjang kariernya, dia tampil di 465 pertandingan dengan
torehan 175 gol. Yang hebat, Gullit juga tipe pemikir. Dia pernah mengusulkan
agar pergantian pemain diperbanyak sampai tujuh orang. Namun, pada 15 menit terakhir
hanya boleh sekali pergantian. Sayang, Gullit kadang kelewat keras dan teguh
pada pendirian. Itu yang membuatnya kerap terlibat konflik dengan orang-orang
terdekatnya. Ketika di Milan, dia berseteru dengan kapten Franco Baresi dan
pelatih Fabio Capello. Sejak Capello masuk, Gullit kabarnya tak pernah saling
bertatap muka. Pindahnya Gullit ke Sampdoria pada musim 1993-94 diperkirakan
dipicu konflik itu. Padahal, Gullit waktu itu masih tampil bagus.
Di timnas Belanda juga demikian. Dia
sering bentrok dengan pelatih Dick Advocaat. Pada 1993 dia mundur dari timnas
karena tak bisa bekerja sama dengan Advocaat. Setahun kemudian dia kembali
membela Der Oranje, tapi kemudian meninggalkan sesi latihan dengan kemarahan.
Setak itu dia tak pernah memakai seragam Oranje lagi.
Ketika pindah ke Chelsea sebagai pemain
merangkap manejer, dia tak sejalan dengan manejemen. Pembicaraan kontraknya pun
tak pernah selesai. Gullit akhirnya dipecat dengan alasan punya kehidupan
pribadi yang tak layak dicontoh. Dia dianggap Playboy. Gullit sendiri mengaku
agak playboy, tapi dia tahu bersikap profesional dalam sepak bola. "Aku
telah larut dalam egoku. Menyenangkan bisa bermain di berbagai klub dan
keliling dunia. Di mana pun bermain, aku berusaha seprofesional mungkin. Tapi,
aku gagal sebagai bapak," ujar Gullit yang memiliki enam anak dari tiga
wanita itu.
Lantas ketika menjadi managejer Newcastle
dia tak akrab dengan sang kapten, Alan Sharer. "Membayar mahal untuk
Sharer merupakan sebuah pemborosan," kata dia kala itu. Sejak itu, dia dan
idola Newcastel tersebut tak pernah akur.
Lepas dari sisi-sisi
buruk itu, sebagai pemain Gullit nyaris tanpa cela. Sebaliknya, penuh puja-puji
bertaburan di sekitarnya. Seindah julukannya, Bunga Tulip Hitam. Dia selalu
setia memamerkan permainan explosif, menguasai setiap inci lapangan, membuka
peluang, ikut menahan gempuran lawan, juga produktif mencetak gol. Pemain yang
nyaris selalu meninggalkan gelar di setiap klub yang dibelanya.

Nama lengkap :Ruud Gullit
Julukan :The Black Tulip [Bunga Tulip
Hitam]
Lahir :Amsterdam [Belanda], 1 September
1962
Posisi :Midfielder [Pemain Tengah]
Nomor kostum :10 [AC Milan], 4 [Sampdoria
& Chelsea]
Karier Klub :
Harlem [1978-82], Feyenoord [1982-85], PSV
Eindhoven [1985-87], AC Milan [1987-93], Sampdoria [1993-94], AC Milan [1994],
Sampdoria [1994-95], Chelsea [1995-98]
Karier timnas :Belanda [1981-94]
Prestasi
: Pemain terbaik Eropa [1987], Pemain terbaik Dunia [1987, 1989], juara Piala
Eropa 1988, juara Eredivisie 1983-84 [Fayenoord], 1985-86 dan 1986-87 [PSV],
juara Piala Belanda 1984 [Feyenoord], juara Serie-A 1987-88, 1991-92, 1992-93 [Milan], juara Coppa Italia 1994 [Sampdoria], Juara Liga Champions 1988-89,
1989-90 [Milan], juara Piala Super Eropa 1990 [Milan], juara Piala Toyota 1990 [Milan], juara Piala FA 1997 [Chelsea].
[berbagai sumber]
[berbagai sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar